Autobiografi Dr.Hj. Arlis Faiza Reksoprodjo. SpPd. M.
Ag
Dr.Hj. Arlis
Faiza Reksoprodjo. SpPd. M. Ag atau yang akrab saya sapa Ibu Lies lahir pada
tanggal 21 Februari 1937 di Langsa, Aceh dan merupakan putri kelima dari H.
Arifin Temyang. Sejak usia 6 bulan ibu sudah berpindah-pindah tempat dari satu
tempat ke tempat yang lainnya diantaranya ke Bandung, Batusangkar dan
Yogyakarta. Saat Jepang masuk ke Indonesia pada 1942 berada di Yogyakarta
dan bersekolah di SD dulu bernama sekolah rakyat kalau dalam bahasa Belanda
lebih dikenal dengan nama HIS. Pada zaman Jepang sekolah rakyat setiap pagi
sebelum belajar diadakan olahraga yang bernama Taiso. Bahasa Jepang pada waktu
itu pun wajib di pelajari.Pada tahun 1945 sewaktu terdengar kabar mengenai
Jepang kalah dalam perang AsiaTimur Raya, para pemuda di Yogyakarta bergolak
semua melawan Jepang dan berusaha memproklamirkan kemerdekaan di bawah Soekarno
dan Hatta.
Bersamaan dengan itu Belanda kembali lagi ke
Indonesia untuk merebut kembali wilayah yang diklaim Belanda masih milik
mereka. Maka munculah perang gerilya yaitu perang melawan Agresi Militer
Belanda. Sekitar kelas 4 SD. Hidup pada masa itu serba kekurangan karena perang
gerilya menyebabkan pertanian serta industri tidak jalan. Anak sekolahan biasa
tidak memakai sepatu, bahkan gordyn pun digunakan sebagai bahan pakaian.
Anak-anak pada zaman itu ikut berjuang untuk mencari sesuap nasi. Dengan
berjualan dan sebagainya. Pada tahun 1949, Seluruh keluarga ibu hijrah dari
Yogyakarta melalui Semarang dan kemudian ke Bogor. Pada tahun ini disebut zaman
federal karena Republik Indonesia telah berganti menjadi pemerintahan federal
dengan nama Republik Indonesia Serikat. Masa itu adalah masa transisi dimana
sekolah-sekolah SMP juga dipelajari bahasa Belanda karena pada masa
pemerintahan Republik Indonesia Serikat pengaruh Belanda menjadi besar
karena Belanda menggunakan negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat
sebagai negara bonekanya dalam rangka memecah belah kesatuan Indonesia.
Pada masa SMP ibu bersekolah di Bogor sampai kelas 2
SMP karena sudah memasuki zaman federal maka kehidupan sudah lebih baik dari
pada waktu Ibu di Yogyakarta. Waktu di Bogor ibu hidup di sebuah gubug yang
dibagun dari bilah-bilah bambu. Pada masa ini juga bersekolah sudah bisa
memakai sepatu. Kemudian pada tahun 1952 Ibu pindah ke Jakarta dan Republik
Indonesia Serikat telah dibubarkan dan kembali ke Republik Indonesia.
Pendidikan SMP ibu di Jakarta dilanjutkan di SMP 5 Jakarta. Pada kurun waktu
dari tahun 1953-1955 Ibu kemudian melajutkan pendidikannya ke jenjang SMA.
Sekolah ibu terletak di jalan Batu, Jakarta yang kini dikenal dengan nama SMA 3
Jakarta. SMA 3 waktu itu masih berada di zaman peralihan dari guru-guru Belanda
menjadi guru-guru pribumi. Ibu sewaktu SMA mempelajari bahasa Jerman dan
Inggris sementara sewaktu SMP belajar bahasa Belanda.
Pada tahun 1955 Ibu melanjutkan pendidikannya ke
jenjang perkuliahan. Ibu masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada waktu itu perkuliahan masih menggunakan bahasa asing karena dosen-dosennya
berasal dari asing dan buku-bukunya pun juga semuanya berbahasa asing.
Ibu biasa pergi bersekolah dengan sepeda dari rumahnya di kawasan Tanah Abang
menuju gedung perkuliahan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di
kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Pada waktu ini Sekolah kedokteran sudah mulai
terorganisir dengan baik karena sebelumnya pendidikan kedokteran sistem
perkuliahannya belum sebaik saat ini. Misalnya kelulusan mahasiswa itu
ditentukan oleh mahasiswa tersebut. Akan tetapi sistem semesternya masih
perlaihan dari sistem Belanda menjadi sistem Nasional. Sistem perkuliahan
pada waktu itu masih menggunakan C1, C2, D1,D2,A1,A2 Arts/Dokter.
Pendidikan Kedokteran menurut Ibu sangat menyenangkan
karena anak-anak pada waktu itu dapat bergaul.
Pada tahun 1959 Ibu diangkat menjadi asisten dosen di
bagian penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan
ditugaskan di bagian adminstrasi.
Ibu kemudian lulus pendidikan Strata-1 kedokteran pada
tahun 1961 dan juga kemudian menikah dengan Soelarto Reksoprodjo yakni kakek
saya.
Pada waktu dari tahun 1961-1966 ibu mendapatkan
pendidikan Spesilais, dimana kalau di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo merupakan
sebuah gabungan antara pembelajaran dan profesi.
Pada tahun 1966 Ibu kemudian mengambil pendidikan
Strata-2 profesi spesialis penyakit dalam.
Ibu kemudian diajukan untuk memperdalam ilmu
kedokterannya untuk menjadi seorang ahli penyakit darah namun harus pergi ke
Belanda untuk pendidikan itu tapi kemudian Ibu menolak karena suami Ibu pada
waktu itu berada di Paris dan sudah memiliki 2 anak. Maka diputuskan pada tahun
1968 ibu pindah ke Rumah Sakit Fatmawati untuk mengembangkan bagian penyakit
dalam. Yang kemudian ibu pensiun dini sebagai kepala bagian penyakit dalam pada
tahun 1992 karena mau sekolah. Pada tahun 1993 ibu mengambil pendidikan D-3
bahasa Perancis di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan selesai tahun
1996. Dari tahun 1996 sampai 2000 Ibu mengambil pendidikan penyiaran dan
komunikasi Islam di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pada tahun 2000-2004
mengambil lagi pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pascasarjana
di bidang sejarah dan kebudayaan Islam dan predikat magister dalam Agama Islam.
Setelah menempuh pendidikan Magister ibu kemudian berkecimpung di salah satu
rumah sakit swasta di Jakarta sebagai komisaris dan dari tahun 2011 sampai
sekarang Ibu berkedudukan sebagai direktur operasional.
B.
Peranan
Karena faktor usia Ibu waktu itu masih terlalu muda
maka Ibu tidak terlalu berpengaruh dalam melawan Belanda tetapi kakak-kakak ibu
ikut ke kelompok tentara pelajar dan ikut bergerilya. Pada satu ketika saat
Belanda melancarkan Agresinya yang kedua atau yang lebih dikenal dengan nama
“Clash 2”, rumah ibu di datangi oleh perampok dimana salah satu perampok ingin
menculik ayah dari ibu. Namun yang tertangkap adalah salah satu tentara pelajar
yang kebetulan sedang menginap di rumah ibu. Kemudian ternyata diketahui bahwa
perampok itu adalah tentara Belanda yang menginginkan ayahanda dari ibu untuk
bekerjasama dengan pihak Belanda namun ia menolak untuk bekerja sama dengan
Belanda. Ibu pernah mengalami bersekolah dengan sarana sekolah yang kurang
memadai, buku tulis dibuat dari kertas merang. Yang biasa di pakai adalah sabak
dan grip yang pada waktu istirahat para murid sudah berjongkok di halaman
sekolah untuk mengasah grip mereka masing-masing. Obat-obatan pada masa itu
sangat minim sekali, anak-anak yang menderita penyakit kulit seperti kudis
obatnya adalah dengan memakan belerang. Pada agresi militer belanda 2.
Belanda pada pagi-pagi sekali sudahmenyerang Yogyakarta pada tahun 1948 dan
Belanda merangsek masuk ke Yogyakarta maka dari itu seluruh sekolah di
Yogyakarta ditutup dan digunakan sebagai asrama militer Belanda. Ibu kemudian
ikut dengan grup kakak-kakak kelas yang mengadakan tutorial kepada teman-teman
ibu pada waktu itu kelas 6 SD.
Selain itu Ibu pernah menjadi tim kesehatan ibadah haji Republik Indonesia dari
tahun 1987 hingga tahun 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar